Jakarta, JIA XIANG - Lagu "Halo-Halo Bandung" tentu tak asing di telinga bangsa Indonesia.
Buah karya Ismail Marzuki itu, selain melukiskan kerinduan akan sebuah kota, juga menggelorakan semangat juang.
Ismail Marzuki melahirkan lagu Halo-Halo Bandung pada tahun 1946. Dia dan sang istri ketika itu baru saja menetap di Bandung. Tapi mereka harus bergegas meninggalkan Bandung karena terjadi pergolakan lantaran kota itu hendak diduduki kembali oleh pemerintah kolonial setelah Jepang tekuk lutut.
Saat itu ada ultimatum dari pihak Inggris memerintahkan tentara pejuang Indonesia untuk segera meninggalkan Bandung.
Lantas, pihak pejuang membalas ultimatum tersebut. Mereka tetap melakukan perlawanan gerilya sambil meninggalkan Bandung. Sasaran mereka adalah gudang-gudang mesiu milik NICA yang dikuasai Sekutu di Dayeuhkolot, Bandung.
Pejuang bernama Mohammad Toha yang memimpin serangan gudang mesiu itu gugur saat melancarkan aksinya.
Rumah dan gedung di penjuru selatan kota Bandung dibumihanguskan sebelum pada akhirnya mereka meninggalkan kota pada 24 Maret 1946.
Peristiwa ini selanjutnya dikenal sebagai Bandung Lautan Api. Maka Ismail Marzuki menulis lirik di bagian akhir lagunya itu: "Sekarang telah menjadi lautan api / Mari Bung rebut kembali."
Kota Bandung yang dikelilingi pegunungan memang wilayah yang menawan. Semasa bangsa Belanda berkuasa, disebut-sebut tertarik menjadikan Bandung sebagai pusat pemerintahan.
Kendati tidak terealisasi, tapi bangsa Belanda merancang dan membangun kota. Mereka mengawalinya dengan membangun stasiun kereta api di Bandung.
Ada beberapa alasan menjadikan Bandung sebagai pusat pemerintahan. Letaknya yang jauh dari pantai, udara yang sejuk, serta dekat dengan Batavia.
Mereka kemudian melaksanakan pembangunan proyek tata kota lainnya, seperti pemukiman, kawasan perkantoran, kesehatan, perekonomian, hingga pendidikan.
Bandung memang nyaris menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda. Tak terealisasi lantaran resesi ekonomi tahun 1930.
Bandung pada akhirnya, ketika itu, kota pemukiman. Sebagai kota permukiman, jalanan di Bandung dibuat sempit lantaran disesuaikan dengan tata letak perumahan warga Eropa.
Kondisi tersebut tak berubah hingga kini. Sementara banyak yang berwisata ke Bandung dengan kendaraan pribadi.
Belum lagi kendaraan pribadi warga setempat plus angkutan umum kota.
Tak heran kemacetan lalu lintas tak terelakan. Sekarang Bandung telah menjadi lautan kendaraan.[JX/Win]
Posting Komentar