Oleh: Iman Sjahputra
JAKARTA - Kopitiam atau kedai kopi, kata orang, tak pernah sepi pengunjung.
Dari dulu hingga kini, tempat ini selalu ramai didatangi orang untuk bersantai, menyeruput kopi, dan berbincang ringan.
Meski zaman terus berubah dan banyak kafe modern bermunculan untuk menggantikan peran kedai kopi klasik, kopitiam tetap memiliki daya tariknya sendiri.
Ia mengundang pengunjung datang, bukan hanya untuk minum kopi, tetapi juga untuk merasakan suasana hangat dan akrab yang tak lekang oleh waktu.
Siapa sangka, kopitiam masih begitu diminati, ibarat magnet yang menarik orang kapan dan di mana pun berada.
Aku teringat dua kedai kopi tua yang direkomendasikan warga Taiping.
Rasanya pas sekali, terutama saat hujan rintik-rintik, menyeruput secangkir kopi panas sambil menikmati perjalanan santai dengan berjalan kaki.
Mengikuti petunjuk warga, sampailah aku di lokasi itu. Dua kedai berdiri saling berhadapan.
Yang satu tampak sepi, tanpa lapak-lapak makanan. Sementara yang satu lagi penuh sesak.
Seisi ruko tua dipenuhi dagangan dan para pengunjung yang datang untuk menikmati kopi, bercakap-cakap, dan merasakan hangatnya suasana kota tua.
Aku pun larut dalam suasana, menyeruput secangkir teh tarik yang kusukai.
Aroma dan rasanya khas Malaysia, sulit ditemukan di negara lain. Aku memang gemar teh tarik negeri jiran ini, meski selalu memesannya dengan “less sugar”.
Para pelayan biasanya memberi takaran sesuai kebiasaan kedai. Sesendok atau dua sendok gula saja sudah cukup membuat minuman itu terasa jauh lebih manis.
Harga pun manis, tak seberapa dibandingkan dengan harga kota besar.
Empat ringgit bisa menghangatkan sekujur tubuh di kota hujan, Taiping yang terkenal kota tua selama ini.***








إرسال تعليق