AI memang Jangan Ditakuti, tapi Perlu Diwaspadai

Jakarta, JIA XIANG - Teknologi yang terus berkembang dan semakin canggih membuat banyak kemudahan.

Kehadiran perangkat artificial intelligence atau kecerdasan buatan bisa membuat efisiensi dalam beberapa hal, termasuk anggaran.

Namun kemudahan itu belum tentu memberi keberkahan dalam dunia kerja.

Seperti yang menghantui para karyawan Amazon, raksasa platform perdagangan elektronik (e-commerce).

Business Insider, pada Selasa (28/10/2025), memberitakan bahwa Amazon akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di jajaran tenaga kerjanya.

Pemberitaan itu berdasarkan laporan yang mengutip dokumen internal serta pesan perusahaan yang beredar di kalangan manajer Amazon.

Disebutkan, ribuan karyawan akan terkena dampak kebijakan ini, terutama dari divisi sumber daya manusia (SDM) dan ritel. Dilaporkan bahwa total PHK kali ini bisa mencapai hingga 30.000 orang, atau sekitar 10 persen dari total tenaga kerja korporat Amazon.

Dalam pesan internal kepada para manajer, PHK ini akan berdampak pada karyawan di Amerika Serikat, Inggris, serta Kanada. Amazon disebut telah memperingatkan agar para karyawannya bersiap menghadapi pengumuman tersebut.

CEO Amazon Andy Jassy disebut tengah melakukan restrukturisasi besar-besaran sepanjang tahun ini untuk menyederhanakan birokrasi dan memperkuat efisiensi. Langkah tersebut mencakup penghapusan beberapa lapisan manajemen, pengetatan anggaran, pembaruan sistem penilaian kinerja, serta kewajiban bagi sebagian besar pegawai untuk kembali bekerja penuh waktu di kantor.

Pada Juni lalu, Jassy telah menyampaikan bahwa efisiensi yang diperoleh dari penggunaan kecerdasan buatan (AI) akan mengurangi kebutuhan tenaga kerja di masa mendatang.

Hal serupa juga akan terjadi di sektor transportasi. Industri taksi otomatis tanpa sopir (robotaxi) berkembang kian pesat menjadi ancaman terhadap punahnya profesi sopri online.

Setidaknya robotaxi mulai digunakan di Amerika Serikat (AS) dan China.

Bahkan perusahaan mobil otomatis asal AS, May Mobility, telah mengamankan investasi dari raksasa transportasi online berbasis Singapura, Grab. May Mobility memang sudah memantapkan rencana untuk berekspansi ke wilayah Asia Tenggara pada tahun depan.

Kelak, teknologi mobil tanpa sopir May Mobility akan diintegrasikan ke manajemen angkutan online milik Grab. Artinya, Grab akan menyediakan opsi robotaxi yang tak memerlukan sopir.

May Mobility memulai layanan perjalanan komersialnya pada awal tahun ini di AS tanpa sopir manusia. Nantinya, May Mobility akan memanfaatkan teknologi pemetaan Grab, GrabMaps, untuk mempelajari jalan-jalan di Asia Tenggara dan memastikan keamanan penumpang.

GrabMaps menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk memroses data dari kota-kota di Asia Tenggara dan menghasilkan peta hiperlokal yang akurat dan diperbarui secara real-time.

Jadi tidak menutup kemungkinan robotaxi juga bakal masuk ke Indonesia.

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa kecerdasan artifisial (AI) bukan ancaman bagi tenaga kerja manusia.

Sebaliknya, menurut Meutya, teknologi ini justru membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja baru di Indonesia.

“Dikabarkan kecerdasan artifisial akan menggantikan sekitar 85 juta pekerjaan pada tahun 2025. Namun, pada saat yang bersamaan, AI juga berpotensi menciptakan 90 juta pekerjaan baru di berbagai bidang,” ujar Meutya dalam acara kumparan AI for Indonesia di The Ballroom Djakarta Theater, Kamis (23/10/2025), dikutip dari laman resmi Komdigi.

Menurut dia, perubahan yang ditimbulkan oleh AI harus dilihat dari dua sisi. Meski ada potensi pengurangan jenis pekerjaan tertentu, muncul pula banyak kebutuhan tenaga kerja baru yang berkaitan dengan teknologi digital, analisis data, hingga pengembangan sistem kecerdasan buatan.

"Karena itu, AI perlu diwaspadai, tetapi tidak perlu ditakuti,” katanya.[JX/Win]

Post a Comment

Klik di atas pada banner
Klik gambar untuk lihat lebih lanjut