Jakarta, JIA XIANG - Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid mengatakan bahwa migrasi ke e-SIM belum bersifat wajib. Namun beliau menganjurkan masyarakat untuk melakukannya sebagai solusi keamanan data.
Pemerintah melakukan ini demi meningkatkan keamanan komunikasi dan mempercepat migrasi dari kartu SIM konvensional menuju ke e-Sim. Teknologi ini disebut tidak bisa terhindarkan dari revolusi digital global.
"Untuk saat ini, migrasi belum bersifat wajib. Namun, kami sangat menganjurkan masyarakat dengan perangkat yang sudah mendukung e-SIM untuk segera beralih. Ini demi keamanan data pribadi dan perlindungan terhadap penyalahgunaan identitas," jelasnya dalam keterangan resminya, dikutip pada Senin (14/4/2025).
Komdigi berharap juga kepada masyarakat untuk mendorong penggunaan e-SIM. Semua ditunjukkan lewat Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital yang digodok beberapa Waktu lalu.
Dia menjelaskan lebih lanjut soal e-SIM menjadi solusi masa depan. Masyarakat akan mendapatkan perlindungan ganda dengan sistem yang terintegrasi serta pendaftaran dengan menggunakan biometrik.
"e-SIM adalah solusi masa depan. Dengan integrasi sistem digital dan pendaftaran biometrik, teknologi ini memberikan perlindungan ganda terhadap penyalahgunaan data serta kejahatan digital yang marak seperti spam, phishing, dan judi online," jelasnya.
Meutya juga menyoroti soal pembatasan jumlah nomor seluler. Dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2021 telah diatur batas tiga nomor untuk tiap operator yang bisa digunakan dalam satu NIK.
Pihak Komdigi juga akan menerbitkan Peraturan Menteri Komdigi baru untuk memperketat pengawasan pembatasan nomor seluler. Termasuk juga memperkuat verifikasi identitas dalam proses registrasi.
Kegunaan e-SIM selain untuk meningkatkan keamanan data pribadi, juga dapat memperkuat ekosistem Internet of Things (IoT). Selain itu juga dapat mendukung efisiensi operasional dalam industri telekomunikasi.
Dukungan Migrasi dari Kartu SIM Konvensional ke e-SIM Perlu Adanya Pertimbangan
Meski perkembangan perangkat komunikasi sudah canggih, tapi masih ada beberapa masyarakat yang mana perangkat komunikasi atau smartphone belum terintegrasikan adanya dukungan e-SIM.
Tentunya tidak semua perangkat ponsel pintar terhubung dengan dukungan e-SIM, bila mana ini harus diwajibkan oleh Komdigi maka mau tidak mau harus membeli perangkat smartphone dengan spesifikasi yang sudah diatas rata-rata sekaligus dapat mendukung e-SIM sepenuhnya.
Komdigi juga perlu mengamati fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat utamanya kaum menengah-kebawah dalam artian bahwa permasalahan lain yang menghantui teknologi tersebut semisal masyarakat dipaksa melakukan migrasi dalam waktu cepat, diperparah lagi dengan perekonomian yang lesu seperti saat ini.
Hal ini mustahil dilakukan apalagi bagi kaum ke bawah yang merasa kesulitan untuk membeli perangkat ponsel pintar yang sudah paling memadai dengan harga yang rata-rata diatas 5 jutaan.
Untuk itu perlu adanya evaluasi lagi soal dukungan migrasi kartu SIM Konvensional ke ranah e-SIM.
Alasan perlu mengevaluasi lagi ini dipastikan akan membuat implementasi e-SIM sebagai standarisasi terbaru di Indonesia yang mengalami keterlambatan dalam beberapa tahun mendatang. Ditambah lagi dengan brand smartphone yang tidak aktif menawarkan perangkat murah dengan teknologi eSIM dengan harga terjangkau.
Komdigi sudah benar menerapkan program e-SIM agar masyarakat ingin berpindah ke kartu SIM konvensional, namun apabila secara dipaksa dilakukan rasanya salah besar sebab itu perlu proses pertimbangan yang mungkin mempengaruhi percepatan standarisasi e-SIM di seluruh Indonesia.[JX/bsd]
Posting Komentar